Penderitaan Istri Fir’aun dalam Mempertahankan Islam
Thursday, September 12, 2013
Add Comment
Katakan yang benar meskipun itu pahit. Sabda Rasulullah SAW ini menjiwai
ketegaran Asiyah, istri Fir’aun, sejak ribuan tahun silam ketika
suaminya yang angkuh itu memaksannya menanggalkan kebenaran.
Dalam ‘Uqudul Lujjain, Syekh Nawawi al-Bantani menceritakan hikayat awal keimanan Asiyah dari kesuksesan Nabi Musa AS mengalahkan tukang sihir suruhan Fir’aun. Penguasa otoriter yang mendaku dirinya sebagai Tuhan ini menantang Nabi Musa adu kebenaran dengan saling “unjuk kebolehan”.
Asiyah yang menyaksikan peristiwa tersebut akhirnya jatuh cinta pada ajaran Nabi Musa. Mukjizat telah terbentang, dan kebatilan terbukti gugur di hadapan kebenaran tauhid. Istri Fir’aun ini pun mantab menyatakan beriman.
Fir’aun betul-betul tidak terima dengan keputusan istrinya. Ia mengikat kedua tangan dan kaki Asiyah pada empat buah tiang. Tubuhnya dipaksa menatap sengatan matahari. Fir’aun dan pengikutnya lantas meninggalkan Asiyah begitu saja bak bangkai kadal yang terkapar di atas pasir.
Penderitaan perempuan malang ini belum berakhir. Karena beberapa saat kemudian, Fir’aun memerintahkan anak buahnya melemparinya dengan batu besar. Dalam perih, Asiyah berutur, “Wahai Tuhanku, dirikanlah rumah untukku di sisimu di dalam surga.”
Seketika itu ia melihat sebuah rumah yang terbuat dari marmer putih. Lalu nyawanya dicabut, sebelum tubuhnya ditimpa batu besar hingga ia tidak merasakan sakit.
Fir’aun dalam kisah ini memperlihatkan kezaliman yang tiada batas. Ia tak segan-segan menyiksa, bahkan membunuh, setiap orang yang berseberangan dengan dirinya, tak terkecuali istrinya sendiri.
Perilaku Fir’aun ini juga menandai adanya struktur kekuasaan yang hegemonik dalam kehidupan bernegara sehingga akses kritik atau berpendapat secara bebas menjadi buntu. Dalam konteks kehidupan rumah tangga, Fir’aun sedang memamerkan dominasi laki-laki atas perempuan yang menjadi faktor ketidakharmonisan dan kekerasan dalam sebuah keluarga.
Sebaliknya, Asiyah mengajarkan kepada kita semua tentang kesabaran dalam menghadapi cobaan berat. Siksaan hebat dari Fir’aun tak menggoyangkan pilihannya terhadap ajaran tauhid. Berkat ketabahan dan keteguhannya menggenggam prinsip ini, Asiyah justru mendapat perlindungan dan kemuliaan.
Dalam ‘Uqudul Lujjain, Syekh Nawawi al-Bantani menceritakan hikayat awal keimanan Asiyah dari kesuksesan Nabi Musa AS mengalahkan tukang sihir suruhan Fir’aun. Penguasa otoriter yang mendaku dirinya sebagai Tuhan ini menantang Nabi Musa adu kebenaran dengan saling “unjuk kebolehan”.
Asiyah yang menyaksikan peristiwa tersebut akhirnya jatuh cinta pada ajaran Nabi Musa. Mukjizat telah terbentang, dan kebatilan terbukti gugur di hadapan kebenaran tauhid. Istri Fir’aun ini pun mantab menyatakan beriman.
Fir’aun betul-betul tidak terima dengan keputusan istrinya. Ia mengikat kedua tangan dan kaki Asiyah pada empat buah tiang. Tubuhnya dipaksa menatap sengatan matahari. Fir’aun dan pengikutnya lantas meninggalkan Asiyah begitu saja bak bangkai kadal yang terkapar di atas pasir.
Penderitaan perempuan malang ini belum berakhir. Karena beberapa saat kemudian, Fir’aun memerintahkan anak buahnya melemparinya dengan batu besar. Dalam perih, Asiyah berutur, “Wahai Tuhanku, dirikanlah rumah untukku di sisimu di dalam surga.”
Seketika itu ia melihat sebuah rumah yang terbuat dari marmer putih. Lalu nyawanya dicabut, sebelum tubuhnya ditimpa batu besar hingga ia tidak merasakan sakit.
Fir’aun dalam kisah ini memperlihatkan kezaliman yang tiada batas. Ia tak segan-segan menyiksa, bahkan membunuh, setiap orang yang berseberangan dengan dirinya, tak terkecuali istrinya sendiri.
Perilaku Fir’aun ini juga menandai adanya struktur kekuasaan yang hegemonik dalam kehidupan bernegara sehingga akses kritik atau berpendapat secara bebas menjadi buntu. Dalam konteks kehidupan rumah tangga, Fir’aun sedang memamerkan dominasi laki-laki atas perempuan yang menjadi faktor ketidakharmonisan dan kekerasan dalam sebuah keluarga.
Sebaliknya, Asiyah mengajarkan kepada kita semua tentang kesabaran dalam menghadapi cobaan berat. Siksaan hebat dari Fir’aun tak menggoyangkan pilihannya terhadap ajaran tauhid. Berkat ketabahan dan keteguhannya menggenggam prinsip ini, Asiyah justru mendapat perlindungan dan kemuliaan.
0 Response to "Penderitaan Istri Fir’aun dalam Mempertahankan Islam"
Post a Comment