BAGIAN KEDUAPULUH: 'UMRAT'L-QADZA1

Muhammad Husain Haekal
 
Keberangkatan Muslimin ke Mekah - Quraisy keluar dari
Mekah - Muslimin memasuki Mekah - Muhammad bertawaf -
Perkawinan Muhammad dengan Maimunah - Quraisy menolak
dilangsungkan di Mekah - Khalid bin'l-Walid 'Amr
bin'l-'Ash dan 'Uthman b. Talha masuk Islam.
 
SETELAH berjalan setahun sejak berlakunya isi perjanjian
Hudaibiya Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah bebas dapat
melaksanakan isi perjanjian dengan pihak Quraisy itu guna
memasuki Mekah dan berziarah ke Ka'bah. Atas dasar itu
Muhammad lalu memanggil orang agar bersiap-siap untuk
berangkat melakukan 'umrat'l-qadza, (umrah pengganti) yang
sebelum itu telah teralang.
 
Dengan mudah orang sudah dapat memperkirakan betapa kaum
Muslimin menyambut panggilan itu. Ada diantara mereka kaum
Muhajirin yang sudah tujuh tahun meninggalkan Mekah, kaum
Anshar yang sudah memang punya hubungan dagang dengan Mekah
dan sudah rindu sekali hendak berziarah ke Ka'bah. Oleh
karenanya anggota rombongan itu telah bertambah sampai duaribu
orang dari 1400 orang pada tahun yang lalu. Sesuai dengan isi
perjanjian Hudaibiya tidak seorang pun dari mereka dibolehkan
membawa senjata selain pedang tersarung. Tetapi Muhammad masih
selalu kuatir akan adanya pengkhianatan. Seratus orang pasukan
berkuda di bawah komando Muhammad bin Maslama disiapkan
berangkat lebih dulu dengan ketentuan jangan melampaui Mekah,
dan bila sampai di Marr'z-Zahran supaya mereka menyusur ke
sebuah wadi tidak jauh dari sana.
 
Ternak kurban itu digiring oleh kaum Muslimin didepan mereka,
terdiri dari enampuluh ekor unta, didahului oleh Muhammad
diatas untanya sendiri al-Qashwa'. Mereka berangkat dari
Medinah dengan hati yang damba hendak memasuki Umm'l-Qura
(Mekah) dan bertawaf di Baitullah. Setiap Muhajirin menunggu
ingin melihat daerah tempat ia dilahirkan, ingin melihat rumah
tempat ia dibesarkan, teman-teman yang ditinggalkan. Ia ingin
menghirup udara harum tanah airnya yang suci itu, dengan penuh
rasa hormat dan syahdu' ingin menyentuh bumi daerah suci dan
kudus yang penuh berkah itu, yang telah melahirkan Rasul, dan
tempat wahyu pertama kali diturunkan.
 
Orang akan dapat membayangkan suasana kemeriahan yang baru
satu-satunya terjadi itu, yang bergerak karena di dorong oleh
rasa iman, terbawa oleh Rumah yang oleh Allah dijadikan tempat
manusia berkumpul dan tempat yang aman. Dengan mata hatinya
orang akan melihat betapa besarnya rasa kegembiraan mereka
itu. Orang-orang yang sudah pernah dirintangi hendak
menunaikan kewajiban suci itu berangkat dengan penuh
kegembiraan, akan memasuki Mekah dalam keadaan aman, dengan
bercukur kepala atau bergunting tanpa merasa takut lagi.

Bilamana Quraisy sudah mengetahui kedatangan Muhammad dan
sahabat-sahabatnya, mereka segera keluar dari Mekah, sesuai
dengan bunyi persetujuan Hudaibiya.Mereka pergi ke bukit-bukit
berdekatan dan di tempat itu mereka memasang kemah dan yang
lain ada pula yang berteduh di bawah-bawah pohon. Dari atas
bukit Abu Qubais dan dari atas Hira, atau dari semua tempat
ketinggian yang dapat melihat ke Mekah, orang-orang Mekah itu
menjenguk, dengan mata ingin tahu, ingin melihat orang yang
dengan kawan-kawannya itu dulu terusir, ketika mereka kini
datang memasuki Rumah Suci, tanpa ada lagi pihak yang
mengalangi.

Sekarang kaum Muslimin sudah mulai menyusur dari arah utara
Mekah. Abdullah b. Rawaha ketika itu memegang tali keluan
al-Qashwa' sedang sahabat-sahabat besar lainnya berada di
sekeliling Nabi 'alaihissalam. Barisan yang berjalan di
belakang mereka itu terdiri dari orang-orang yang berjalan
kaki dan yang duduk di atas unta. Begitu Rumah Suci itu
terlihat dihadapan mereka serentak kaum Muslimin itu semua
bergema dalam satu suara berseru: Labbaika, labbaika! dengan
hati dan jiwa tertuju semata kepada Allah Yang Maha Agung,
berkeliling dalam satu lingkaran dengan penuh harap dan hormat
kepada Rasul yang telah diutus Allah dengan membawa petunjuk
dan agama yang benar, yang akan mengatasi semua agama.
Sebenarnya ini adalah suatu pemandangan yang sungguh unik
dalam sejarah, yang dapat menggetarkan segenap penjuru tempat
itu, dan yang telah dapat menawan hati orang musyrik ke dalam
Islam, betapa pun kerasnya mereka bertahan pada paganisma.

Pada pemandangan yang unik itulah mata penduduk Mekah tertaut.
Sementara suara yang keluar dari kalbu menggema: Labbaika,
labbaika! tetap menembus telinga dan menggetarkan jantung
mereka.
 
Sesampainya Rasul di mesjid ia menyelubungkan dan
menyandangkan kain jubahnya di badan dengan membiarkan lengan
kanan terbuka sambil mengucapkan:
 
"Allahuma irham imra'an arahum al-yauma min nafsihi quwatan."
("Ya Allah, berikanlah rahmat kepada orang, yang hari ini
telah memperlihatkan kemampuan dirinya.")
 
Kemudian ia menyentuh sudut hajar aswad (batu hitam) dan
berlari-lari kecil, yang diikuti oleh sahabat-sahabat, juga
dengan berlari-lari. Setelah menyentuh ar-rukn'l-yamani (sudut
selatan) ia berjalan biasa sampai menyentuh hajar aswad, lalu
berlari-lari lagi berkeliling sampai tiga kali dan selebihnya
dengan berjalan biasa. Setiap ia berlari kedua ribu kaum
Muslimin itu juga ikut berlari-lari, dan setiap ia berjalan
mereka pun ikut pula berjalan. Dalam pada itu pihak Quraisy
menyaksikan semua itu dari atas bukit Abu Qubais. Pemandangan
ini sangat mempesonakan mereka. Tadinya orang bicara tentang
Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu, bahwa mereka sedang
berada dalam kesulitan, dalam keadaan susah payah. Tetapi apa
yang mereka lihat sekarang ternyata menghapus segala anggapan
tentang kelemahan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu.
 
Karena bersemangatnya dalam saat seperti itu, Abdullah b.
Rawaha bermaksud hendak melontarkan kata-kata yang berisi
teriakan perang ke muka Quraisy. Tetapi segera dilarang oleh
Umar, dan Rasul juga berkata kepadanya:
 
"Sabarlah, Ibn Rawaha; atau ucapkan sajalah: La ilaha illa
Allah wahdah, wanashara abdah wa'a'azza jundah,
wakhadhala'l-ah-zaba wahdah." ("Tiada tuhan selain Allah Yang
Tunggal, Yang telah menolong hambaNya, memperkuat tentaraNya
dan menghancurkan Sendiri musuh yang bersekutu.")
 
Abdullah ibn Rawaha kemudian mengucapkan pula dengan suara
keras yang kemudian disambut oleh kaum Muslimin. Suara itu
bersahut-sahutan dan berkumandang ke tepi-tepi wadi dengan
dahsyat sekali, kedahsyatannya membubung dan menyusup ke dalam
jantung orang-orang yang sedang berada di atas gunung-gunung
sekitar tempat itu.
 
Selesai kaum Muslimin bertawaf di Ka'bah, Muhammad berpindah
memimpin mereka ke bukit Shafa dan Marwa yang di lalui dari
atas kendaraannya sebanyak tujuh kali, seperti halnya orang
Arab dahulu. Kemudian ternak kurban itu disembelih dan dia
bercukur. Dengan demikian selesailah sudah ibadah umrah itu
dikerjakan.
 
Keesokan harinya Muhammad memasuki Ka'bah dan tinggal disana
sampai waktu sembahyang lohor. Pada waktu itu berhala-berhala
masih banyak memenuhi tempat itu. Tetapi meskipun begitu Bilal
naik juga ke atap Ka'bah lalu menyerukan adhan untuk
bersembahyang lohor di tempat tersebut. Kemudian Nabi
bersembahyang dengan bertindak sebagai imam, atas duaribu kaum
Muslimin di Rumah Suci itu. Selama tujuh tahun sebelumnya
mereka teralang melakukan salat menurut pimpinan Islam di
tempat itu.

Kaum Muslimin tinggal selama tiga hari di Mekah seperti sudah
di tentukan dalam Perjanjian Hudaibiya, sesudah kota itu
dikosongkan dari penduduk. Selama tinggal di situ kaum
Muslimin tidak mengalami sesuatu gangguan. Kalangan Muhajirin
menggunakan kesempatan menengok rumah-rumah mereka dan
mengajak pula sahabat-sahabatnya dari pihak Anshar turut
menengoknya. Seolah mereka semua penduduk kota yang aman itu.
Mereka semua bertindak menurut tuntunan Islam, setiap hari
menjalankan kewajiban kepada Tuhan dengan melakukan salat dan
samasekali menghilangkan sikap tinggi diri, yang kuat
membimbing yang lemah, yang kaya membantu yang miskin. Nabi
sendiri di tengah-tengah mereka sebagai seorang ayah yang
penuh cinta dan dicintai. Yang seorang di ajaknya tertawa,
yang lain di ajaknya bergurau.
 
Tetapi semua yang dikatakannya selalu yang sebenarnya.
 
Dalam pada itu orang-orang Quraisy dan penduduk Mekah lainnya,
dari tempat-tempat mereka di lereng-lereng bukit menyaksikan
sendiri pemandangan yang luarbiasa dalam sejarah itu. Mereka
melihat orang-orang dengan akhlak yang demikian rupa - tidak
minum minuman keras, tidak melakukan perbuatan maksiat, tidak
mudah tergoda oleh makanan dan minuman. Kehidupan duniawi
tidak sampai mempengaruhi mereka. Mereka tidak melanggar apa
yang dilarang, mereka menjalankan apa yang diperintahkan
Tuhan. Alangkah besarnya pengaruh yang ditinggalkan oleh
pemandangan demikian itu, yang sebenarnya telah mengangkat
martabat umat manusia ke tingkat yang paling tinggi!
 
Tidak terlalu sulit orang akan menilai kiranya bila sudah
mengetahui, bahwa beberapa bulan kemudian Muhammad telah
kembali lagi dan dapat membebaskan Mekah dengan kekuatan
sebanyak 10.000 orang Muslimin.
 
***
 
Umm'l-Fadzl isteri Abbas b. Abd'l-Muttalib paman Nabi, telah
mewakili Maimunah saudaranya ketika perkawinannya
dilangsungkan. Maimunah ketika itu berusia duapuluh enam
tahun, dan dia adalah bibi Khalid bin'l-Walid dari pihak ibu.
Umm'l-Fadzl meminta Abbas suaminya bertindak mewakilinya dalam
mengawinkan saudaranya itu. Maimunah sendiri setelah melihat
keadaan umat Islam dalam 'umrat'l-qadza' hatinya tertarik
sekali kepada Islam. Kemudian datang Abbas yang meminang
kemenakannya itu agar ia sudi mengawini Maimunah. Tawaran ini
diterima oleh Muhammad dan diberinya mas kawin sebesar 400
dirham.
 
Waktu tiga hari yang sudah ditentukan menurut Perjanjian
Hudaibiya telah berakhir. Akan tetapi dengan perkawinannya
dengan Maimunah itu Muhammad ingin memperpanjang waktunya
supaya didapat jalan lebih baik dalam mengadakan saling
pengertian dengan pihak Quraisy.
 
Akan tetapi pada waktu itu juga dari pihak Quraisy Suhail b.
'Amr dan Huwaitib b. 'Abd'l 'Uzza datang kepada Muhammad
dengan mengatakan:
 
"Waktumu sudah habis; silakan keluar."
 
"Apa salahnya kalau kamu membiarkan aku selama melangsungkan
perkawinan berada di tengah-tengah kamu? Kami akan membuat
jamuan dan kalian ikut hadir," demikian jawaban Muhammad
kepada mereka, dengan kesadaran betapa dalamnya
'umrat'l-qadza' itu meninggalkan kesan dalam hati penduduk
Mekah, betapa benar hal itu mempesonakan mereka, membuat sikap
permusuhan mereka jadi reda. Ia mengetahui, bahwa kalau mereka
mau memenuhi undangannya untuk perjamuan itu dan dapat saling
mengadakan dialog, maka dengan mudah pintu Mekah akan terbuka
di hadapannya. Dan ini pulalah yang dikuatirkan oleh Suhail
dan Huwaitib, dan karena itu mereka berkata lagi:
 
"Kami tidak memerlukan jamuanmu. Keluar sajalah."
 
Dengan tidak ragu-ragu Muhammad pun mengalah kepada
permintaan mereka sesuai dengan perjanjian yang harus
dilaksanakan. Kepada segenap Muslimin diumumkan siap-siap
meninggalkan tempat. Sesudah itu ia pun berangkat dengan
diikuti kaum Muslimin. Ketika itu yang tinggal ialah Abu
Rafi', bekas budaknya yang kemudian menyusul membawa Maimunah
ke Sarif2 dan perkawinan dilangsungkan di sana Dan Maimunah
sebagai Umm'l-Mu'minin adalah isteri Nabi yang terakhir yang
masih hidup limapuluh tahun kemudian sesudah Nabi wafat. Ia
minta dikuburkan di tempat Rasulullah melangsungkan
perkawinannya. Salma, janda pamannya Hamzah dan saudara
perempuan Maimunah serta 'Ammara (puteri Hamzah) yang masih
perawan belum kawin, telah menjadi tanggungan Muhammad pula.

Kaum Muslimin sudah sampai kembali dan sudah menetap lagi di
Medinah. Dalam pada itu Muhammad pun yakin bahwa
'umrat'l-qada' itu telah meninggalkan pengaruh yang cukup
besar dalam hati Quraisy dan seluruh penduduk Mekah. Juga ia
yakin bahwa sebagai akibat semua itu akan timbul pula
peristiwa-peristiwa penting yang berjalan cepat sekali.

Sejarah telah membenarkan perkiraannya. Begitu ia berangkat
kembali ke Medinah, Khalid bin'l-Walid - Jenderal Kavaleri
kebanggaan Quraisy dan pahlawan perang Uhud itu telah berdiri
di tengah-tengah sidang masyarakatnya sendiri sambil berkata:
 
"Sekarang nyata sudah bagi setiap orang yang berpikiran sehat,
bahwa Muhammad bukan tukang sihir, juga bukan seorang penyair.
Apa yang dikatakannya adalah firman Tuhan semesta alam ini.
Setiap orang yang punya hati nurani berkewajiban menjadi
pengikutnya."
 
'Ikrima b. Abi Jahl merasa ngeri sekali mendengar kata-katanya
itu.
 
"Khalid," kata 'Ikrima kemudian, "engkau telah bertukar
agama."3
 
Selanjutnya terjadi percakapan antara mereka sebagai berikut:
 
Khalid Aku tidak bertukar agama, tetapi aku mengikuti agama
Islam.
 
'Ikrima Tak ada orang akan berkata begitu di kalangan
Quraisy selain engkau.
 
Khalid - Mengapa?
 
'Ikrima - Ya, sebab Muhammad sudah menjatuhkan derajat ayahmu
ketika ia dilukai. Pamanmu dan sepupumu sudah dibunuhnya di
Badr. Demi Allah, aku tidak akan masuk Islam dan tidak akan
mengeluarkan kata-kata seperti kau itu, Khalid. Engkau tidak
melihat Quraisy yang sudah berusaha hendak membunuhnya?
 
Khalid - Itu hanya semangat dan fanatisma jahiliah. Tetapi
sekarang, setelah kebenaran itu bagiku sudah jelas, demi Allah
aku mengikut agama Islam.
 
Setelah itu Khalid lalu mengutus pasukan berkudanya kepada
Nabi menyatakan dirinya masuk Islam dan mengakuinya.
 
Khalid menganut Islam ini beritanya kemudian sampai juga
kepada Abu Sufyan. Khalid di panggil.
 
"Benarkah apa yang kudengar tentang engkau?" tanya Abu Sufyan.
Setelah dijawab oleh Khalid, bahwa memang benar, Abu Sufyan
marah-marah seraya katanya:
 
"Demi Lata dan 'Uzza. Kalau aku sudah mengetahui apa yang
kaukatakan benar, niscaya engkaulah yang akan kuhadapi,
sebelum aku menghadapi Muhammad."
 
"Dan memang itulah yang benar, apa pun yang akan terjadi."
 
Terbawa oleh kemarahannya ketika itu juga Abu Sufyan maju
hendak menyerangnya. Tetapi 'Ikrima yang pada waktu itu turut
hadir segera bertindak mengalanginya seraya berkata:
 
"Abu Sufyan, sabarlah. Seperti engkau, aku juga kuatir kelak
akan mengatakan sesuatu seperti kata-kata Khalid itu dan ikut
ke dalam agamanya. Kamu akan membunuh Khalid karena
pandangannya itu, padahal seluruh Quraisy sependapat dengan
dia. Sungguh aku kuatir, jangan-jangan sebelum bertemu tahun
depan seluruh penduduk Mekah sudah menjadi pengikutnya."

Sekarang Khalid sudah pergi meninggalkan Mekah ke Medinah. Ia
menggabungkan diri ke dalam barisan Muslimin
 
Sesudah Khalid, ikut pula 'Amr bin'l-'Ash dan 'Uthman b. Talha
penjaga Ka'bah, masuk Islam. Dengan masuknya mereka kedalam
agama Islam, maka banyak pula penduduk Mekah yang turut
menjadi pengikut agama ini. Dengan demikian kedudukan Islam
makin menjadi kuat, dan terbukanya pintu Mekah buat Muhammad
sudah tidak diragukan lagi.
 
Catatan kaki:

1 Umra berarti ziarah ke Mesjid Suci dengan
syarat-syarat tertentu. (N) dalam melakukan ibadah
"haji kecil" yang berbeda dengan ibadah haji yang
biasa, tidak mesti dilakukan dalam waktu khusus selama
dalam setahun. 'Umrat'l-Qadziya, kata qadza dapat
diartikan pengganti yakni pengganti umrah yang tidak
jadi dilaksanakan karena dirintangi oleh pihak Quraisy
di Hudaibiya, atau dengan arti penunaian yaitu
menunaikan isi perjanjian Hudaibiya, bahwa Ibadah itu
dapat dilakukan pada tahun berikutnya setelah
berlakunya perjanjian. Lepas dari pengertian fikih
dalam terjemahan ini dipakai arti yang pertama. (A).

2 Sarif sebuah tempat di dekat Mekah, yang didalam
memperkirakan jaraknya masih terdapat perbedaan
pendapat antara 6 dan 12 mil.

3 Bertukar agama (apostasi), shaba'a, harfiah berarti
berputar ke, pindah dari, suatu agama kepada agama lain
(N). Maksudnya berbalik menganut agama Islam. Menurut
LA masih seakar dengan Sabianisma (lihat halaman 33),
suatu tuduhan yang populer di kalangan Quraisy (A).

0 Response to "BAGIAN KEDUAPULUH: 'UMRAT'L-QADZA1"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel