Maulana Magribi Da’i Pelopor di Tanah Jawa
Tuesday, July 5, 2011
Add Comment
Pada batu nisan dari makam Maulana Malik Ibrahim terdapat inskripsi sebagai berikut : “ Inilah makam Almarhum Al-Maghfur yang mengharap rahmat Allah, kebanggaan pangeran-pangeran, sendi sultan dan menteri-menteri, penolong para fakir dan miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol agama dan negara, Malik Ibrahim yang terkenal dengan nama Kaki Bantal, Allah meliputinya dengan rahmat dan keridhaan-Nya, dan dimasukan ke dalam Syurga. Telah wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun 822 H” (Sajed Alwi, 1957). Inskripsi ini memberikan tanda terhadap kiprah Sunan Maulana Malik Ibrahim sebagai Utusan Allah di Tanah Jawa yang menghantarkan kepada terbentuknya Kerajaan Islam Tanah Jawa yang beribukota di Demak sebagai Madinah-Jawa.
Dikalangan Wali Sanga, Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut sebagai wali paling populer dan senior, alias wali pertama. Ada sejumlah versi tentang asal-usul Syekh Magribi, sebutan lain dari Sunan Gresik itu. Ada yang mengatakan ia berasal dari Turki, Arab Saudi, dan Gujarat. Sumber lain menyebutkan ia lahir di Campa (Kamboja). Maulana Malik Ibrahim bisa disebut sebagai bapaknya para Wali.
Wali Sanga berarti sembilan orang wali. Nama suatu Dewan Dakwah yang selanjutnya merupakan Majelis Syuro di Kesultanan Demak pada abad ke-15 sampai 16 M. Sebenarnya jumlah para wali bukan sembilan, tetapi jika ada anggota yang meninggal dunia, maka diganti dengan wali yang baru. Angka sanga atau sembilan bagi orang Jawa, adalah angka yang dianggap paling tinggi. Majelis Syuro itu dibuat sembilan, angka yang ganjil diduga dengan maksud apabila ada voting dalam menentukan suatu fatwa tidak terjadi kesamaan suara, sehingga keputusan syuro mudah diambil.
Diantara Wali Sanga yang terkenal di kalangan masyarakat sampai sekarang adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain memiliki keterikatan yang erat baik dalam ikatan darah nasab terutama ikatan aqidah dengan hubungan guru – murid.
Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga adalah sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para sunan lain kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di Pantai Utara Jawa dai awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting poros Jawa yakni Surabaya – Gresik – Lamongan di Jawa Timur, Demak – Muria – Kudus – di Jawa Tengah, serta Cirebon – Banten di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai peradaban baru : mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan dan yang paling pokok memberikan tonggak pada sistem pemerintahan Islam yang menggantikan sistem pemerintahan hindis dan budhis.
Era Wali Sanga adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan Kebudayaan Islam. Wali Sanga adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Orientasi perjuangan Wali Sanga adalah Idharul Islam yang melahirkan tatanan sosial politik baru yaitu tatanan sosial politik Islam dengan berdirinya Kerajaan Islam di Tanah Jawa.
Sebelum datangnya Maulana Malik Ibrahim di Gresik, di Tanah Jawa sudah banyak perkampungan Islam, terutama di daerah Leran. Akan tetapi belum berkembang secara besar-besaran. Baru sejak kedatangan Maulana Malik Ibrahim, Islam di Gresik khususnya tumbuh berkembang bagaikan cendawan di musim hujan. Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik sejak 1401 M (ada yang menyebutkan 1404 M), di Gresik, Maulana Malik Ibrahim merasa perlu membuat bangunan tempat menimba Ilmu bersama. Model belajar seperti inilah yang kemudian dikenal dengan nama pesantren.
Dalam mendakwahkan Islam, Syekh Maulana Magribi berdakwah dengan cara diplomasi yang ulung yang bisa diterima oleh akal pikiran masyarakat. Dalam mengajarkan ilmu Syekh Maulana Magribi memiliki kebiasaan yang khas yaitu meletakan Al-Qur’an atau kitab Hadist di atas bantal, karena itu ia kemudian dijuluki “Kakek Bantal”. Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 M.
0 Response to "Maulana Magribi Da’i Pelopor di Tanah Jawa"
Post a Comment