BAGIAN KEEMPATBELAS: ANTARA BADR DAN UHUD
Wednesday, July 6, 2011
Add Comment
Muhammad Husain Haekal
Muslimin dan Yahudi - Qainuqa' dikepung - Yahudi keluar
dari Medinah - Quraisy bergerak - Ekspedisi Sawiq -
Kabilah-kabilah bergerak lalu melarikan diri - Hancurnya
Safwan b. Umayya.
PERISTIWA Badr itu telah menimbulkan kesan yang dalam sekali
di Mekah, sebagaimana sudah kita lihat. Bila saja terdapat
kesempatan, hasrat hendak membaias dendam terhadap Muhammad
dan Muslimin itu besar sekali. Tetapi pengaruh yang timbul di
Medinah ternyata lebih jelas dan lebih erat berhubungan dengan
kehidupan Muhammad dan Muslimin bersama-sama. Sesudah
peristiwa Badr, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan kaum
munafik sudah merasakan sekali adanya kekuatan kaum Muslimin
yang bertambah. Mereka melihat bahwa orang asing ini yang
datang ke tempat mereka kurang dari dua tahun yang lalu pergi
hijrah dari Mekah, kini tambah besar kewibawaannya dan tambah
kuat pula kedudukannya, bahkan hampir menjadi orang yang
menguasai seluruh penduduk Medinah, bukan hanya golongannya
sendiri saja.
Seperti sudah kita lihat orang-orang Yahudi sejak sebelum Badr
sudah mulai menggerutu dan mengadakan bentrokan-bentrokan
dengan pihak Muslimin, sehingga banyak peristiwa-peristiwa
yang kalau tidak sampai meletus, seolah hanya karena masih
adanya perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak itu. Itu
pula sebabnya, begitu kaum Muslimin kembali dari Badr membawa
kemenangan, beberapa kelompok di sekitar Medinah mulai saling
bermain mata dan berkomplot. Mereka mulai dihasut dan
dibuatkan sajak-sajak yang sifatnya membangkitkan semangat
mereka. Dengan demikian, gelanggang revolusi itu kini pindah
dari Mekah ke Medinah, dan dari bidang agama ke bidang
politik. Jadi yang diperangi sekarang bukan hanya dakwah
Muhammad dalam bidang agama saja, melainkan kewibawaan dan
pengaruhnya juga membuat hati mereka jadi kecut. Faktor ini
yang menyebabkan mereka berkomplot dan membuat rencana hendak
membunuhnya
Tetapi semua rahasia itu bukan tidak diketahui oleh Muhammad.
Bahkan ia sudah mengetahui semua berita dan setiap rencana
yang ditujukan kepadanya itu. Baik pada pihak Muslimin ataupun
pihak Yahudi, dari hari ke hari, sedikit demi sedikit hati
mereka sudah sarat oleh rasa kebencian. Satu sama lain tinggal
lagi menunggu adanya bencana yang akan menimpa lawannya.
Sampai pada waktu kaum Muslimin mendapat kemenangan di Badr,
mereka masih merasa takut juga kepada penduduk Medinah. Mereka
belum berani mengadakan serangan balasan apabila ada seorang
Muslim yang diserang. Tatkala mereka sudah kembali membawa
kemenangan itu seorang yang bernama Salim b. 'Umair telah
mengambil tindakan sendiri terhadap Abu 'Afak (dari Banu 'Amr
b. 'Auf), karena orang ini membuat sajak-sajak yang isinya
menyerang Muhammad dan kaum Muslimin. Juga orang ini yang
telah membakar semangat golongannya supaya memerangi Muslimin.
Sampai pada waktu peristiwa Badr selesai ia masih terus
menghasut orang.
Suatu malam ketika angin sedang bertiup kencang Salim
mendatangi Abu 'Afak. Ia sedang tidur di beranda rumahnya.
Oleh Salim ditancapkannya pedangnya ke arah hatinya hingga
menembus sampai ke pelaminan. Demikian juga 'Ashma, bt. Marwan
(dari Banu Umayya b. Zaid). Wanita ini selalu memaki Islam,
menyakiti hati dan mengerahkan orang supaya melawannya. Hal
ini dilakukannya terus sampai pada waktu sesudah selesainya
perang Badr. Pada suatu malam buta ia didatangi oleh 'Umair b.
'Auf yang masuk sampai ke dalam rumahnya. Ia dikelilingi oleh
anak-anaknya yang sedang tidur, ada pula yang sedang disusui.
Sebenarnya penglihatan 'Umair lemah sekali. Ia meraba-raba
dengan tangannya dan terpegang olehnya bayi yang sedang
disusui itu. Dihalaunya bayi itu dari sisi ibunya, kemudian
dipusatkannya pedangnya ke dada wanita itu sampai menembus
punggungnya.
Bila 'Umair kemudian kembali dari tempat Nabi setelah
menyampaikan berita itu, ia melihat anak-anaknya dan beberapa
orang sedang menguburkan wanita tersebut. Mereka datang
menemuinya seraya bertanya:
"Umair, kau yang membunuh wanita itu?"
"Ya," jawabnya. "Jalankanlah tipu-muslihatmu itu terhadapku
dan jangan lagi ditunda-tunda. Aku bersumpah demi Dia Yang
memegang hidupku kalau kamu semua mengeluarkan kata-kata
seperti wanita itu, akan kuhantam kamu dengan pedangku ini.
Aku yang mati, atau kamu semua kubunuh."1
Sikap 'Umair yang berani ini telah membawa akibat lahirnya
Islam di tengah-tengah kabilah Banu Khatma itu. Suami Ashma'
adalah dari kabilah ini juga. Dari golongan ini yang tadinya
masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi, sekarang sudah berani
mereka berterang-terang dan menggabungkan dia kedalam barisan
dan bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya.
Kiranya cukup kalau kita tambahkan atas dua macam peristiwa di
atas ini dengan peristiwa matinya Ka'b b. Asyraf. Ketika
mendengar matinya beberapa orang pemuka-pemuka Mekah, dialah
orangnya yang mengatakan. "Mereka itu bangsawan-bangsawan Arab
dan pemimpin-pemimpin. Sungguh, kalau Muhammad sampai
mengalahkan mereka, maka lebih baik berkalang tanah daripada
tinggal di atas bumi." Dia pula orangnya yang telah berangkat
ke Mekah - setelah mendapat kabar yang pasti -mengerahkan
orang untuk melawan Muhammad, menyanyikan sajak-sajak dan
menangisi mereka yang terkubur dalam perigi. Dia juga orangnya
yang kemudian setelah kembali ke Medinah berusaha mencumbu
wanita-wanita Islam. Orang tahu betapa watak dan perangai
orang Arab dalam hal ini, betapa mereka menghargai arti
kehormatan ini. Untuk itu semangat mereka bangkit. Kaum
Muslimin begitu marah. Mereka sudah sepakat hendak membunuh
Ka'b. Beberapa orang dari mereka sudah berkumpul. Salah
seorang di antara mereka mendatanginya sambil memancingnya
dengan memburuk-burukkan Muhammad.
"Kedatangan orang ini kemari membawa bencana," kata salah
seorang. "Membuat orang-orang Arab saling bermusuhan dan
berpecah-belah. Hubungan kerabat kita terputus, sanak-keluarga
hilang dan orang melakukan perjalanan jauh jadi sukar."
Setelah saling beramah-tamah dengan Ka'b, maka ia dan
teman-temannya minta uang kepada Ka'b dengan jalan
menggadaikan baju besinya. Ka'bpun setuju asal nanti dibawa.
Ketika ia sedang berada di rumahnya yang agak jauh dari
Medinah, pada waktu menjelang malam terdengar Abu Na'ila
[salah seorang yang berkomplot] memanggilnya. Ia keluar
menghampirinya, sekalipun sudah diperingatkan oleh isterinya
jangan keluar rumah pada waktu malam begitu. Kedua orang itu
terus berjalan hingga bertemu dengan teman-teman Abu Na'ila.
Ka'b tenteram saja tidak merasa takut. Mereka bersama-sama
berjalan kaki hingga agak jauh dari tempat-tinggal Ka'b,
sambil terus bercakap-cakap. Mereka bercerita tentang diri
mereka sendiri dan betapa mereka itu mengalami kesukaran. Ka'b
merasa makin tenang.
Sementara mereka sedang berjalan itu Abu Na'ila meletakkan
tangannya di atas kepala Ka'b, dan tangannya itu kemudian
diciumnya.
"Belum pernah aku mengalami malam seharum ini," katanya
Setelah dilihatnya Ka'b tidak menaruh curiga lagi kepada
mereka, kembali lagi Abu Na'ila meletakkan tangannya di rambut
Ka'b, kemudian digenggamnya kedua pelipis orang itu seraya
berkata:
"Hantamlah musuh Tuhan ini!"
Mereka menghantamnya dengan pedang, dan saat itu ia menemui
ajalnya.
Kejadian ini membuat pihak Yahudi bertambah cemas. Mereka
semua merasa kuatir akan nasibnya sendiri. Tetapi sampai nyawa
mereka melayangpun, mereka tidak juga mau berhenti mengecam
Muhammad dan kaum Muslimin. Ada seorang wanita Arab datang ke
pasar Yahudi Banu Qainuqa' dengan membawa perhiasan. Ia sedang
duduk menghadapi tukang emas. Mereka berusaha supaya ia
memperlihatkan mukanya. Tapi wanita itu menolak. Tiba-tiba
datang seorang Yahudi dengan diam-diam dari belakang.
Disematkannya ujung baju wanita itu dengan sebatang penyemat
ke punggungnya, dan bila wanita itu berdiri, maka tampaklah
auratnya. Mereka ramai-ramai menertawakannya. Wanita itu
menjerit-jerit. Waktu itu juga seorang laki-laki Muslim
langsung menerkam tukang emas tersebut - seorang orang Yahudi,
lalu dibunuhnya. Orang-orang Yahudi yang lain datang
ramai-ramai mengikat laki-laki Muslim itu lalu mereka bunuh
juga.
Sekarang keluarga Muslim ini minta bantuan kaum Muslimin dalam
menghadapi pihak Yahudi, yang selanjutnya sampai timbul
bencana besar antara mereka dengan pihak Yahudi Banu Qainuqa'.
Kemudian Muhammad minta kepada mereka ini supaya jangan lagi
mengganggu kaum Muslimin dan supaya tetap memelihara
perjanjian perdamaian dan ko-eksistensi yang sudah ada. Kalau
tidak mereka akan mengalami nasib seperti Quraisy. Akan tetapi
peringatan ini oleh mereka diremehkan. Malah mereka menjawab:
"Muhammad, jangan kau tertipu karena kau sudah berhadapan
dengan suatu golongan yang tidak punya pengetahuan berperang
sehingga engkau mendapat kesempatan mengalahkan mereka. Tetapi
kalau sudah kami yang memerangi kau, niscaya akan kau ketahui,
bahwa kami inilah orangnya."
Jika sudah begitu, maka tak ada jalan lain kecuali harus
memerangi mereka juga. Kalau tidak, kaum Muslimin dan
kedudukan mereka di Medinah akan runtuh, dan selanjutnya akan
menjadi bahan cerita pihak Quraisy, sesudah pihak Quraisy
sebelum itu menjadi bahan cerita orang-orang Arab.
Kaum Muslimin sekarang bertindak dan mengepung orang-orang
Yahudi Banu Qainuqa' berturut-turut selama limabelas hari di
tempat mereka sendiri. Tak ada orang yang dapat keluar dari
mereka itu, juga tak ada orang yang dapat masuk membawakan
makanan. Tak ada jalan lain lagi mereka sekarang harus tunduk
kepada undang-undang Muhammad, menyerah kepada ketentuannya.
Lalu mereka menyerah. Sesudah bermusyawarah dengan
pemuka-pemuka Muslimin, Muhammad menetapkan akan membunuh
mereka itu semua.
Akan tetapi lalu datang Abdullah b. Ubayy b. Salul - orang
yang bersekutu baik dengan Yahudi maupun dengan Muslimin.
"Muhammad," katanya. "Hendaklah berlaku baik terhadap
pengikut-pengikutku."
Nabi tidak segera menjawab. Lalu diulangnya lagi
permintaannya. Tetapi Nabi menolak. Orang itu memasukkan
tangannya ke saku baju besi Muhammad. Muhammad berubah air
mukanya. Lalu katanya:
"Lepaskan!" Ia marah. Kemarahannya itu tampak terbayang di
wajahnya. Kemudian diulanginya lagi dengan nada suara yang
masih membayangkan kemarahan. "Lepaskan! Celaka kau!"
"Tidak akan kulepaskan sebelum kau bersikap baik terhadap
pengikut-pengikutku. Empat ratus orang tanpa baju besi dan
tiga ratus orang dengan baju besi telah merintangi aku
melakukan perang habis-habisan, dan kau babat mereka dalam
satu hari! Sungguh aku kuatir akan timbul bencana."
Sampai pada waktu itu Abdullah adalah orang yang masih
mempunyai kekuasaan atas orang-orang musyrik dari kalangan Aus
dan Khazraj, meskipun kekuasaan ini, dengan adanya kekuatan
kaum Muslimin telah menjadi lemah.
Melihat desakan orang itu yang demikian rupa, Nabi kembali
menjadi tenang. Apalagi setelah 'Ubada bin'sh-Shamit datang
kepadanya bicara seperti pembicaraan Ibn Ubayy. Ketika itu ia
berpendapat akan memberikan belas kasihannya kepada Abdullah
b. Ubayy, dan kepada orang-orang musyrik pengikut-pengikut
Yahudi supaya dengan budi kebaikannya dan rasa kasihannya itu
mereka akan merasa berhutang budi kepadanya. Akan tetapi,
sebagai akibat perbuatan mereka sendiri Banu Qainuqa' harus
mengosongkan kota Medinah.
Ibn Ubayy ingin bicara sekali lagi dengan Muhammad mengenai
keadaan mereka yang masih ingin menetap disana itu. Tetapi
salah seorang dari kalangan Islam berhasil mencegah adanya
pertemuan Ibn Ubayy dengan Muhammad. Mereka lalu bertengkar
sehingga kepala Abdullah kena pukul. Ketika itu Banu Qainuqa'
berkata: "Kami bersumpah tidak lagi akan tinggal di kota ini
sesudah kepala Ibn Ubayy dipukul sedang kami tidak dapat
membelanya."
Dengan demikian, setelah mereka tunduk dan menyerah hendak
meninggalkan Medinah, 'Ubada membawa mereka itu ke Wadi'l-Qura
dengan meninggalkan perlengkapan senjata dan alat-alat tukang
emas yang mereka pergunakan. Di tempat ini lama mereka
tinggal, dan dari sini barang-barang mereka semua mereka bawa.
Mereka menuju ke arah utara sampai di Adhri'at di perbatasan
Syam. Di tempat inilah mereka menetap. Atau mungkin juga
mereka tertarik ingin ke sebelah utara lagi ke Tanah yang
Dijanjikan (Palestina) yang selalu menjadi idaman orang-orang
Yahudi.
Kekuasaan orang-orang Yahudi di Medinah menjadi lemah sekali
setelah Banu Qainuqa' meninggalkan kota ini. Sebahagian besar
orang-orang Yahudi yang disebut-sebut dari Medinah ini, mereka
tinggal jauh di Khaibar dan Wadi'l-Qura. Hasil inilah yang
menjadi tujuan Muhammad dengan mengosongkan mereka itu. Ini
adalah suatu langkah politik yang sungguh cemerlang dalam
memperlihatkan kebijaksanaan dan pandangan yang jauh itu. Ini
juga merupakan suatu pendahuluan yang tidak bisa tidak akan
mempunyai pengaruh politik yang kelak akan berjalan sesuai
dengan garis yang telah ditentukan oleh Muhammad. Dalam
mempersatukan sesuatu kota yang paling berbahaya adalah adanya
pertentangan golongan. Apabila sengketa golongan-golongan ini
harus terjadi juga, maka harus pula berakhir pada adanya
kemenangan satu golongan atas golongan lainnya yang juga
berarti akan berkesudahan dengan menguasainya.
Ada beberapa penulis sejarah yang telah mengecam tindakan kaum
Muslimin terhadap orang-orang Yahudi itu, dengan anggapan
bahwa kisah wanita Islam yang pergi kepada tukang emas itu
akan mudah saja penyelesaiannya selama yang terbunuh itu
seorang dari pihak Islam dan seorang pula dari pihak Yahudi.
Sebenarnya dapat saja kita menolak pendapat ini dengan
mengatakan, bahwa terbunuhnya seorang Yahudi dan seorang
Muslim itu belum dapat menghapus coreng penghinaan terhadap
kaum Muslimin yang disebabkan oleh pribadi wanita yang telah
dipermainkan oleh orang Yahudi itu. Bagi orang Arab, melebihi
bangsa manapun, masalah semacam ini dapat mengakibatkan
timbulnya huru-hara, dapat menimbulkan peperangan antara dua
kabilah atau dua golongan selama bertahun-tahun hanya karena
soal semacam itu saja. Dalam sejarah Arab contoh-contoh serupa
itu sudah cukup pula dikenal terutama oleh mereka yang pernah
mempelajarinya
Tetapi, disamping pertimbangan ini masih ada pertimbangan lain
yang lebih penting lagi. Peristiwa seorang wanita yang telah
menyebabkan terkurungnya Banu Qainuqa, dan terusirnya mereka
dari Medinah, adalah sama seperti terbunuhnya putera mahkota
Austria di Sarayevo dalam tahun 1914 yang telah menyebabkan
pecahnya Perang Dunia dan melibatkan seluruh benua Eropa.
Soalnya hanyalah sepercik api yang menyala, yang kemudian
membakar hati kaum Muslimin dan Yahudi bersama-sama demikian
rupa, sehingga akhirmya dapat menimbulkan letusan serta segala
akibat yang timbul karenanya.
Sebenarnya, adanya orang-orang Yahudi, adanya orang musyrik
dan orang-orang munafik di Medinah, di samping orang-orang
Islam, telah memperkuat timbulnya perpecahan itu. Dari segi
politik, Medinah merupakan sebuah kawah yang tidak bisa tidak
pasti akan meletus. Jadi, terkepungnya Banu Qainuqa, dan
dikeluarkannya mereka dari Medinah adalah gejala pertama
kearah timbulnya letusan itu.
Sudah wajar sekali bilamana penduduk Medinah di luar kaum
Muslimin menjadi kecut setelah Banu Qainuqa' dikeluarkan dari
kota itu, yang dari luar tampak aman dan tenteram, tapi
sebenarnya akan disusul kelak oleh timbulnya angin badai dan
topan. Keadaan aman dan tenteram ini telah dirasakan orang
selama sebulan, dan seharusnya akan terus demikian selama
beberapa bulan, kalau tidak karena Abu Sufyan yang sudah tidak
tahan lagi tinggal lama-lama di Mekah, mendekam dibawah
telapak kehinaan kekalahannya di Badr, tanpa menanamkan
kembali dalam pikiran orang-orang Arab di seluruh Semenanjung
itu, bahwa Quraisy masih kuat, masih bersemangat dan masih
mampu berperang dan bertempur.
Karena itu, ia lalu mengumpulkan dua ratus orang - ada yang
mengatakan empatpuluh orang - dari penduduk bersama-sama dia.
Apabila mereka sudah sampai di dekat Medinah, menjelang pagi
mereka berangkat lagi ke sebuah daerah bernama 'Uraidz. Di
tempat ini mereka bertemu dengan seorang-orang Anshar dan
seorang teman sekerjanya di kebun mereka sendiri. Kedua orang
itu mereka bunuh dan dua buah rumah serta sebatang pohon kurma
di 'Uraidz itu mereka bakar. Menurut Abu Sufyan, sumpahnya
hendak memerangi Muhammad itu sudah terpenuhi. Sekarang ia
kembali melarikan diri, takut akan dikejar oleh Nabi dan
sahabat-sahabatnya.
Muhammad minta beberapa orang sahabat. Dengan dipimpin sendiri
mereka berangkat mengejarnya hingga di Qarqarat'l-Kudr. Abu
Sufyan dan rombongannya makin kencang melarikan diri. Mereka
makin ketakutan. Bahan makanan bawaan mereka yang terdiri dari
sawiq2 mereka lemparkan, yang kemudian diambil oleh kaum
Muslimin yang lalu di tempat tersebut.
Setelah melihat bahwa mereka itu terus melarikan diri,
Muhammad dan sahabat-sahabatnya kemudian kembali ke Medinah.
Larinya Abu Sufyan itu berbalik merupakan pukulan terhadap
dirinya sendiri, sebab sebelum itu ia. mengira bahwa Quraisy
akan dapat mengangkat muka lagi sesudah terjadinya bencana
yang pernah dialami di Badr itu
Karena sawiq yang dibuang oleh Quraisy itulah, maka ekspedisi
ini dinamai "Ekspedisi Sawiq."
Berita tentang Muhammad ini kini tersebar luas di seluruh
kalangan Arab. Kabilah-kabilah yang jauh-jauh tetap enak-enak
di tempat mereka, sedikit sekali memperhatikan keadaan kaum
Muslimin, yang sampai pada waktu itu - masih menjadi orang
yang lemah, masih mencari perlindungan di Medinah - sekarang
mereka telah dapat menahan Quraisy, dapat mengeluarkan Banu
Qainuqa', dapat membuat Abdullah b. Ubay jadi ketakutan dan
dapat mengusir Abu Sufyan. Mereka dapat memperlihatkan diri
dengan suatu sikap yang tidak seperti biasa
Sebaliknya, kabilah-kabilah yang berdekatan dengan Medinah
mulai melihat apa yang akan mengancam nasib mereka dengan
adanya kekuatan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu. Demikian
juga adanya perimbangan kekuatan ini dengan kekuatan Quraisy
di Mekah, suatu perimbangan yang akibat-akibatnya sangat
mereka takutkan. Soalnya ialah karena jalan pantai ke Syam
adalah satu-satunya jalan rata yang sudah di kenal .
Perdagangan Mekah melalui jalan ini dalam arti ekonomi membawa
keuntungan yang berarti juga bagi kabilah-kabilah itu. Antara
Muhammad dengan kabilah-kabilah yang ada di perbatasan pantai
itu sudah ada perjanjian. Tetapi jalan ini sekarang terancam
dan perjalanan musim panaspun terancam bahaya pula, yang
mungkin kelak Quraisy akan terpaksa meninggalkan perbatasan
pantai itu. Apa pula nasib yang akan menimpa kabilah-kabilah
ini apabila perdagangan Quraisy nanti jadi terputus? Bagaimana
orang dapat membayangkan mereka akan dapat menanggung
kesulitan hidup diatas daerah yang alamnya memang begitu sulit
dan tandus? Jadi sudah sepatutnya mereka memikirkan nasib
mereka itu serta apa pula akibat yang mungkin akan menimpa
karena situasi baru yang belum pernah mereka kenal sebelum
Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu hijrah ke Medinah, sebab
sebelum kemenangan Muslimin di Badr kehidupan kabilah-kabilah
itu belum pernah mengalami ancaman seperti yang mereka
bayangkan sekarang.
Peristiwa perang Badr itu telah menimbulkan rasa takut dalam
hati kabilah-kabilah itu. Adakah mereka barangkali iri hati
terhadap Medinah lalu akan menyerang kaum Muslimin, atau apa
yang harus mereka lakukan?
Karena sudah ada berita yang sampai kepada Muhammad bahwa ada
beberapa golongan dari Ghatafan dan Banu Sulaim yang bermaksud
hendak menyerang kaum Muslimin, maka ia segera berangkat ke
Qarqarat'l-Kudr guna memotong jalan mereka. Di tempat ini ia
melihat jejak-jejak binatang ternak tapi tak seorangpun yang
ada di padang itu. Disuruhnya beberapa orang sahabatnya naik
ke atas wadi dan dia sendiri menunggu di bawah. Ia bertemu
dengan seorang anak bernama Yasar. Dari pertanyaannya kepada
anak itu ia mengetahui bahwa rombongan itu naik ke bagian atas
mata-air. Oleh kaum Muslimin ternak yang ada di tempat itu
dikumpulkan dan dibagi-bagikan antara sesama mereka sesudah
seperlimanya diambil oleh Muhammad, seperti ditentukan menurut
nas Quran. Konon katanya barang rampasan itu sebanyak iima
ratus ekor unta. Sesudah seperlima dipisahkan oleh Nabi,
sisanya dibagikan. Setiap orang mendapat bagian dua ekor unta.
Juga sudah ada berita yang sampai kepada Muhammad, bahwa ada
beberapa golongan dari Banu Tha'laba dan Banu Muharib di Dhu
Amarr yang telah berkumpul. Mereka bersiap-siap akan melakukan
serangan. Nabi s.a.w. segera berangkat dengan 450 orang
Muslimin. Ia bertemu dengan salah seorang anggota kabilah
Tha'laba ini, dan ketika ditanyainya tentang rombongan itu
ditunjukkannya tempat mereka.
"Muhammad, kalau mereka mendengar keberangkatanmu ini, mereka
lari ke puncak-puncak gunung," kata orang itu. "Saya bersedia
berjalan bersamamu dan menunjukkan tempat-tempat persembunyian
mereka."
Tetapi orang-orang yang iri hati itu tatkala mendengar bahwa
Muhammad sudah berada dekat dari mereka, cepat-cepat mereka
lari ke gunung-gunung.
Selanjutnya sampai pula berita, bahwa sebuah rombongan besar
dari Banu Sulaim di Bahran sudah siap-siap akan menyerang.
Pagi-pagi sekali ia segera berangkat dengan 300 orang, dan
satu malam sebelum sampai di Bahran dijumpainya seorang
laki-laki dari kabilah Banu Sulaim. Ketika ditanyakan oleh
Muhammad tentang mereka itu, dikatakannya bahwa mereka telah
cerai-berai dan sudah kembali pulang.
Demikian jugalah halnya dengan orang-orang Arab Badwi, mereka
serba ketakutan kepada Muhammad, gelisah akan nasib mereka
sendiri. Begitu terpikir oleh mereka hendak berkomplot
terhadap Muhammad, hendak berangkat memeranginya, tapi baru
mendengar saja mereka, bahwa ia sudah berangkat hendak
menghadapi mereka, hati mereka sudah kecut ketakutan.
Pada waktu inilah pembunuhan terhadap Ka'b b. Asyraf itu
terjadi, seperti yang sudah kita kemukakan di atas. Sejak itu
orang-orang Yahudi merasa ketakutan. Mereka tinggal dalam
lingkungannya sendiri, tak ada yang berani keluar. Mereka
kuatir akan mengalami nasib seperti Ka'b. Lebih-lebih lagi
ketakutan mereka, setelah Muhammad menghalalkan darah mereka
sesudah peristiwa Banu Qainuqa' yang sampai harus mengalami
blokade itu.
Oleh karena itu mereka lalu datang menemui Muhammad mengadukan
hal-ihwal mereka. Mereka mengatakan bahwa pembunuhan terhadap
Ka'b itu adalah pembunuhan gelap, dia tidak berdosa dan
persoalannyapun tidak diberitahukan. Tetapi jawabnya kepada
mereka: Dia sangat mengganggu kami, mengejek kami dengan
sajak. Sekiranya dia tetap saja seperti yang lain-lain yang
sepaham dengan dia, tentu dia tidak akan mengalami bencana.
Setelah terjadi pembicaraan yang cukup lama dengan mereka,
maka dimintanya mereka membuat sebuah perjanjian bersama dan
supaya mereka dapat menghormati isi perjanjian itu. Tetapi
orang-orang Yahudi sudah merasa hina sendiri dan ketakutan,
meskipun yang tersimpan dalam hati mereka terhadap Muhammad
akan tampak juga akibatnya kelak.
Apa yang harus dilakukan Quraisy dengan perdagangannya itu
setelah ternyata Muhammad kini menguasai jalan tersebut?
Hidupnya Mekah dari perdagangan. Apabila jalan ke arah itu
tidak ada, maka ini adalah bahaya yang tidak akan pernah
dialami oleh kota lain. Sekarang Muhammad akan membuat blokade
atas jalan itu, dan posisinya akan dihancurkan dari jiwa orang
Arab.
Dalam hal ini Shafwan b. Umayya berkata di hadapan orang-orang
Quraisy:
"Perdagangan kita sekarang telah dirusak oleh Muhammad dan
pengikut-pengikutnya. Tidak tahu lagi kita apa yang harus kita
perbuat terhadap pengikut-pengikutnya itu, sementara mereka
tidak pula mau meninggalkan pantai. Dan orang-orang pantaipun
sudah pula mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka dan
golongan awamnya juga sudah jadi pengikutnya Tidak tahu dimana
kita harus tinggal. Kalau kita tinggal saja di tempat kita
ini, berarti kita akan makan modal sendiri, dan ini tidak akan
bisa bertahan. Hidup kita di Mekah ini hanya bergantung pada
perdagangan; musim panas ke Syam dan musim dingin ke
Abisinia."
Aswad b. Abd'l-Muttalib menjawab:
"Jalan ke pantai sudah dibelokkan. Ambil sajalah jalan Irak."
Lalu ditunjukkannya kepada mereka itu Furat b. Hayyan dari
kabilah Banu Bakr b. Wa'il supaya menjadi penunjuk jalan.
"Teman-teman Muhammad tidak pernah menginjakkan kakinya ke
jalan Irak," kata Furat. "Jalan ini merupakan dataran tinggi
dan padang pasir."
Tetapi Shafwan tidak takut padang pasir. Selama perjalanan itu
dalam musim dingin tidak seberapa mereka membutuhkan air.
Untuk itu Shafwan sudah menyediakan perak dan barang lain
seharga 100.000 dirham. Ketika Quraisy sedang sibuk mengatur
perjalanan yang akan membawa perdagangannya itu, Nuiaim b.
Mas'ud al-Asyja'i sedang berada di Mekah. Ia pulang kembali ke
Medinah. Apa yang dibicarakan dan diperbuat Quraisy itu
meluncur juga dari lidahnya dan sampai kepada salah seorang
dari kalangan Islam. Orang yang belakangan ini cepat-cepat
menyampaikan berita itu kepada Muhammad. Waktu itu juga Nabi
menugaskan Zaid b. Haritha dengan seratus orang pasukan
berkendaraan. Mereka mencegat perdagangan itu di Qarda,
(sebuah pangkalan air di Najd). Orang-orang Quraisy itu lari
dan kafilah dagangnya dikuasai Muslimin. Ini merupakan
rampasan berharga yang pertama sekali dikuasai oleh kaum
Muslimin.
Kemudian Zaid dan anak buahnya kembali. Setelah yang seperlima
dipisahkan oleh Muhammad sisanya dibagikan kepada yang lain.
Selanjutnya Furat b. Hayyan dibawa, dan untuk keselamatannya
kepadanya ditanyakan untuk masuk Islam, dan inipun
diterimanya.
Sesudah semua ini adakah Muhammad lalu merasa puas bahwa
keadaan sudah stabil? Atau sudah terpesona oleh hari itu saja
lalu melupakan hari esoknya? Ataukah juga sudah terbayang
olehnya, bahwa ketakutan kabilah-kabilah dan diperolehnya
rampasan dari Quraisy sudah menunjukkan, bahwa perintah Allah
dan perintah RasulNya sudah dapat diamankan dan tak perlu lagi
dikuatirkan? Ataukah kepercayaannya akan pertolongan Tuhan itu
berarti ia boleh berbuat sesuka hati, karena sudah mengetahui
bahwa segala persoalan keputusannya berada di tangan Tuhan?
Tidak! Memang benar, segala persoalan keputusannya di tangan
Tuhan. Tetapi orang tidak akan mendapat perubahan dalam hukum
Tuhan itu. Tak ada jalan lagi orang akan membantah adanya
naluri yang sudah ditanamkan Tuhan dalam dirinya. Quraisy
sebagai pemimpin orang Arab, tidak mungkin mereka akan surut
dari tindakan membalas dendam. Kafilah Shafwan b. Umayya yang
sudah dikuasai itupun akan menambah hasrat mereka hendak
membalas dendam, akan bertambah keras kehendak mereka
mengadakan serangan kembali.
Dengan siasatnya yang sehat serta pandangannya yang jauh hal
semacam itu oleh Muhammad tidak akan terabaikan. Jadi sudah
tentu ia harus menambah kecintaan kaum Muslimin kepadanya, dan
mempererat pertalian. Kendatipun Islam sudah memberikan
kebulatan tekad kepada mereka dan membuat mereka seperti
sebuah bangunan yang kokoh, satu sama lain saling memperkuat,
namun kebijaksanaan pimpinan terhadap mereka itu akan lebih
lagi menguatkan kerja-sama dan tekad mereka.
Justeru karena kebijaksanaan pimpinan inilah hubungan Muhammad
dengan mereka itu makin erat. Dalam hubungan ini pula ia
melangsungkan perkawinannya dengan Hafsha, puteri Umar
ibn'l-Khattab, seperti juga sebelum itu dengan Aisyah, puteri
Abu Bakr. Sebelum itu Hafsha adalah isteri Khunais - termasuk
orang yang mula-mula dalam Islam - yang sudah meninggal tujuh
bulan lebih dulu sebelum perkawinannya dengan Muhammad. Dengan
perkawinannya kepada Hafsha ini, kecintaan Umar ibn'l-Khattab
kepadanya makin besar Juga Fatimah, puterinya, dikawinkannya
dengan sepupunya, Ali (b. Abi Talib), orang yang sejak
kecilnya sangat cinta dan ikhlas kepada Nabi. Oleh karena
Ruqayya, puterinya, telah berpulang ke rahmatullah, maka
sesudah itu Usman b. 'Affan dikawinkannya kepada puterinya
yang seorang lagi, Umm Kulthum.
Dengan demikian, ia diperkuat lagi oleh pertalian keluarga
semenda dengan Abu Bakr, Umar, Usman dan Ali. Ini merupakan
gabungan empat orang kuat dalam Islam yang sekarang
mendampinginya, bahkan yang terkuat. Dengan ini kekuatan dalam
tubuh kaum Muslimin makin mendapat jaminan lagi. Di samping
itu rampasan perang yang mereka peroleh dalam peperangan itu
menambah pula keberanian mereka bertempur, yang juga merupakan
gabungan antara berjuang di jalan Allah dan mendapat rampasan
perang dari orang-orang musyrik.
Dalam pada itu, berita-berita serta segala persiapan Quraisy
selalu diikuti dengan saksama dan sangat teliti sekali. Pihak
Quraisy sendiri memang sudah mengadakan persiapan hendak
menuntut balas, dan membuka jalan perdagangannya ke Syam;
supaya dari segi perdagangan dan segi keagamaannya kedudukan
Mekah jangan sampai meluncur jatuh tidak lagi dapat
mempertahankan diri.
Catatan kaki:
1 Perlu dijelaskan disini kalau dasar centa ini benar
bahwa peristiwa itu bukanlah atas perintah Nabi, seperti
ada orang mengira demikian. Tetapi mereka telah
mengambil tindakan sendiri, seperti kata Haekal. Jiwa
dan akhlak Nabi jauh lebih tinggi daripada akan
melakukan kekerasan. Dalam peperanganpun melarang
membunuh orang berusia lanjut, anak-anak, wanita,
sekalipun yang ikut aktif. Peristiwa Hindun bt. 'Utba
dalam perang Uhud, wanita Yahudi yang meracun Nabi dan
penyair Abu 'Azza, adalah dari sekian banyak contoh.
Malah kemudian mereka dimaafkan. Yang perlu kita ketahui
juga, bahwa 'Umaõr b. 'Auf adalah satu kabilah dengan
suami 'Ashma,' yakni dari Khatma, demikian juga Abu
'Afak masih sekabilah dengan Salim, yakni dari Banu 'Amr
b. 'Auf, dengan motif yang hampir sama (A).
2 Sejenis tepung jelai atau gandum (A).
0 Response to "BAGIAN KEEMPATBELAS: ANTARA BADR DAN UHUD"
Post a Comment